Penyebab Terjadi Perubahan KEBUDAYAAN TIMUR DAN BARAT
KEBUDAYAAN TIMUR DAN BARAT
Perdebatan terhadap budaya tradisional dan moderen dalam pergumulan
kebudayaan Barat dan Timur pada era yang disebut globalisasi tidak
habis-habisnya hingga hari ini, bahkan tidak mungkian pernah selesai.
Kebudayaan Barat kadang-kadang dipandang sebagai budaya haram yang
menghancurkan nilai-nilai kebudayaan tradisional yang dianggap luhur.
Kebudayaan moderen yang menumbuhkan kebudayaan baru yang disebut
budaya populer sepertinya telah mampu menembus celah-celah kehidupan
berbudaya bangsa timur, termasuk kebudayaan Minangkabau. Untuk melakukan
perlawan terhadap kebudayaan Barat tersebut, para kelompok antisisme
budaya Barat sering mencanangkan kampanye terhadap pengaruh budaya barat
terhadap perusakan moral anak bangsa. Kebudayaan Barat, dalam hal seni
moderen (musik, tari, teater, filem, dsb) seakan-akan titik awal
perosakan kebudayaan timur.
Hadirnya era informasi dan komunikasi global, kebudayaan tradisional
sepertinya mendapat perlawanan yang ketat melawan dirinya sendiri untuk
bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah banyak
mengalami pergeseran fungsi. Kebudayaan tradisional yang semula melekat
dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kebudayaan
tontonan, dan bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan estetis antara
elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer
yang moderen bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit
diantisipasi.
Akibat daripada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
bermula dari Barat juga telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat
Indonesia dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia
dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi melalui media komunikasi
dan informamsi yang berteknologi moderen yang disebut dunia maya,
seperti televisi, internet, video-video melalui media player dan
sebagainya.
Merujuk kepada peristiwa budaya masa lampau yang disebut zaman
kebudayaan sasaran dan surau di Minangkabau yang kehidupan masyarakatnya
sangat didominasi oleh kebudayaan lokal. Teknologi informasi
sebagaimana adanya hari ini belum lagi dikenal pada masa itu. Teknologi
informasi masyarakat lebih banyak kepada tradisi lisan antara satu orang
dengan orang lainnya, atau menggunakan simbol-simbol tertentu yang
memberikan makna tertentu pula kepada masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang di sasaran berupa kesenian dan adat
istiadat telah mampu mengajak generasi mudanya kepada masyarakat yang
beradat, tahu nan ampek. Manakala pendidikan surau dan kebudayaan yang
bernuansa islami telah mampu mengantarkan anak bangsa Minangkabau
menjadi orang nan sabana orang yang berbudi mulia, dan taat beragama.
Artinya pendidikan sasaran dan surau telah mampu menghasilkan generasi
yang berintelektual kebangsaan. Pendidikan sasaran dan pendidikan surau
bagaikan aur dengan tebing, sandar menyandar keduanya dalam mengisi
keperibadian generasi penerus bangsa. Kenapa generasi sekarang sekarang
sering mengagungkan masa lampau itu? Benarkah pendidikan Barat telah
meluluhlantakkan budaya sasaran dan meruntuhkan surau, sebagaimana
prediksi A.A Navis dalam robohnya surau kami?
Kedua pertanyaan di atas perlu dijawab oleh setiap masyarakat
Minangkabau. Percaya atau tidak, kedua institusi tradisional tersebut
(sasaran dan surau) dalam perkembangan kebudayaan moderen yang
dipengaruhi budaya Barat telah mengalami suatu dilema kebudayaan yang
sarat dengan pertentangan antar generasi (generasi tua dengan muda,
pemerhati budaya tradisional dengan aliran modernisme). Dalam hai ini,
peristiwa sejarah kebudayaan Minangkabau masa lampau dan sekarang adalah
sesuatu yang selalu saja menarik diperbincangkan oleh ilmuan.
Ketika runtuhnya rezim Orde Baru, dan bergulirnya reformasi, ditindak
lanjuti pula dengan otonomi daerah merupakan sesuatu yang menarik dalam
perjalanan kebudayaan Indonesia, khususnya Minangkabau. Otonomi daerah
membuka ruang kepada daerah-darah mengatur dirinya sendiri demi kemajuan
daerah. Daerah disarankan untuk mebali kepada nilai-nilai lama yang
masih relevan dengan perkembangan kebudayaan masa kini. Daerah
dianjurkan pula untuk memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyat
meningkat, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, yang lebih populer dengan etnik
Minangkabau memanfaatkan fenomena demikian untuk membuka kembali
lembaran sejarah lama yang dianggap berjaya melahirkan generasi bangsa
yang intelektual. Masyarakatnya yang hidup dalam kelompok nagari-nagari
bagaikan sebuah negara kecil yang mampu menghidupi diri sendiri untuk
mencapai kesejahteraan dan mencerdaskan anak nagarinya. Kebudayaan anak
nagari hidup mekar sebagai media pendidikan dan hiburan masyarakat
satu-satunya. Kesenian anak nagari adalah primadona tontonan yang ampuh
dalam membawa generasi yang berbudaya. Pendidikan surau telah mempu
membawa generasi muda yang bermoral dan berbudi mulia dengan landasan
Al-quran dan sunnah rasul. Dalam hal ini memegang teguh falsafah adat
bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Menyikapi fenomena masa lampau itu, bagi pemerintah daerah Sumatera
Barat, otonomi daerah adalah ruang yang amat penting dipergunakan untuk
kembali membuka tabir lama yang pernah cemerlang, istilah yang lebih
populer adalah ”kembali ke nagari dan kembali ke surau” untuk membangkit
batang tarandam, setelah puluhan tahun terbenam dalam konsep
sentralistik.
Kembali kepada pertentangan kebudayaan Barat dan Timur, sebagian
masyarakat seakan-akan memilih sikap alergi terhadap kebudayaan Barat
yang merajalela membawa generasi muda ini kepada suatu pola kehidupan
budaya moderen. Kecemerlangan masa lampau bagaikan tergilas habis oleh
perang kebudayaan. Konsep kebudayaan yang kuat membilas kebudayaan
lemah. Kebudayaan barat tidak hanya masuk kepada kebuyaan lokal
tradisional untuk menyesuaikan diri, melainkan mempengaruhi kebudayaan
tempatan untuk berubah menuju budaya populer yang moderen.
Persoalan sekarang, mungkinkah kebudayaan Barat itu kita halangi
masuk ke daerah-daerah yang notabene tradisional dalam perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang marak dikampanyekan. Tentu amat
sulit menjawabnya. Kembali ke nagari dan kembali ke surau bukan berarti
kita kembali mamatikan lampu listrik dan kembali kepada lampu promak,
suluh daun kelapa pergi ke surau dan menonton pertunjukan kesenian anak
nagari, dan sebagainya. Melainkan, mengambil roh kecemerlangan budaya
masa lampau untuk mengantisipasi berkembangnya budaya barat yang
moderen.
Menyikapi fenomena di atas, secara kontinyu kebudayaan daerah
seharusnya dikembangkan untuk mempertahankan hak hidupnya dalam gejolak
persentuhan budaya antara Barat dan Timur, antara tradisional dengan
moderen. Perubahan bentuk dan fungsi suatu kebudayaan seharusnya mampu
membawa nilai-nilai yang masih dianggap relevan bertahan atau
dikembangkan.
Oleh karena itu, usaha untuk “mereaktualisasikan” kebudayaan
tradisional untuk membuat aktif atau mengembangkan nilai-nilai hidup
yang masih relevan dan hayati dengan kreatif sangat penting. Dalam
percaturan kebudayaan Barat dan Timur, kebudayaan tradisional kalaupun
tidak dapat dipertahankan sebagaimana adanya, paling tidak menutup
kemungkinan dikembangkan sesuai dengan raso jo pareso dalam tatanan alur
dan patut. Artinya, antara kebudayaan Barat yang dianggap moderen dan
Timur yang dianggap tradisional tidak perlu menjadi perbincangan atau
dipertentangkan saja, akan tetapi perlu sikap kepiawaian dalam
mempertahankan atau menggabungkan dalam bentuk peristiwa akulturasi
kebudayaan. Bagaimanapun juga, proses perubahan kebudayaan akibat
persentuhan kebudayaan akan tetap terjadi, baik disebabkan faktor
internal maupun eksternal.
Oleh karena itu, sikap pemerintah Sumatera Barat yang mencanangkan
kembali ke nagari dan kembali ke surau adalah suatu ruang yang tepat
untuk membangun kembali budaya lama yang masih relevan, dan dikembangkan
dalam masyarakat menuju budaya moderen. Kebudayaan dan kesenian
bernuansa Islam yang semula berkembang di surau-surau sepatutnya dapat
dikembangkan dengan membawa misi keagamaan. Kesenian anak nagari yang
hidup dan berkembang di sasaran juga kembali bangkit dengan membawa misi
adat istiadat Minangkabau.
Persoalan berikutnya adalah, sudah sejauh mana pelaksanaan otonomi
daerah dalam konsep kembali ke nagari dan kembali ke surau relevan
dilaksanakan hingga hari ini. Siapakah yang bertanggungjawab untuk
menjawab probelema kebudayaan Minangkabau yang terebar di nagari-nagari.
Kemudian, sudah sejauh mana peranan dinas pariwisata seni dan budaya
dalam menjawab tantangan kebudayaan. Pertanyaan berikutnya, sudah sejauh
mana pula lembaga-lembaga kesenian melakukan kiprahnya dalam
pembangunan seni budaya ranah bundo. Sudah pernahkan semuanya ini duduk
seamparan membincangkan strategi pelestarian, pengembangan kebudayaan
daerah menatap pergulatan budaya Barat yang moderen.
PENYEBAB PERUBAHAN KEBUDAYAAN BANGSA TIMUR KE BANGSA BARAT:
- Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
- Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup.
Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur
hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain cenderung untuk berubah
lebih cepat.
- Adanya difusi kebudayaan
- Berbagi informasi melalui media cetak dan elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar