Minggu, 01 April 2012

Tugas softskill : kesan moralyang memiliki nila-nilai keindahan ,kesenangan,warisan kultural 

Contoh nilai-nilai Keindahan Dalam Keluarga (Harmonis)

DONGENG SARAT PESAN MORAL

Setiap orang tentunya pernah mendengarkan sebuah dongeng. Dahulu, dongeng diceritakan secara lisan atau dituturkan dari mulut ke mulut. Anak-anak sangat suka ketika orang tua mereka mendongeng, apalagi dongeng pengantar tidur. Imajinasi seorang anak akan berkembang ketika mendengarkan dongeng. Anak-anak akan membayangkan tokoh, tempat, dan peristiwa  yang dikisahkan.
Dongeng adalah suatu karya sastra yang menceritakan sesuatu hal yang tidak nyata atau tidak mungkin terjadi (fantasi). Dunia dalam dongeng merupakan cerita rekaan yang terkadang tidak logis apabila dikaitkan dengan dunia nyata. Contohnya, tokoh binatang yang bertingkah laku seperti manusia, benda-benda yang dapat berbicara, dan keajaiban.
Dunia rekaan dalam dongeng itu dapat merangsang keingintahuan pembaca, terutama anak-anak. Anak mempunyai imajinasi yang sangat luas. Sangat dianjurkan untuk diwarnai dengan hal yang sifatnya positif. Pengenalan dongeng sejak dini akan membantu mereka mengerti tentang dunia dan meningkatkan kemampuan berbahasa. Seorang anak akan berkembang kemampuan bahasanya apabila mereka selalu mengasah kemampuan berbicara dan berwawasan. Pengetahuan dapat diperoleh salah satunya dengan membaca buku.
Dongeng itu beragam jenisnya, antara lain mitos, legenda, sage, fabel, parabel, dan cerita jenaka. Dongeng mempunyai edukasi atau bersifat mendidik. Nilai pendidikan atau nilai moral dapat ditemukan setelah membaca dongeng tersebut. Pesan moral yang disampaikan merupakan petunjuk bertingkah laku di masyarakat. Misalnya, ajaran baik dan buruk, tidak boleh sombong dan durhaka, menjaga keutuhan masyarakat, menghormati orang tua, belajar hemat, introspeksi diri dan kebijaksanaan.
Nilai-nilai yang tersirat dalam dongeng tersebut apabila dihayati dan dilaksanakan maka akan tercipta kehidupan yang harmonis. Di negara ini tidak akan terjadi kekacauan apabila warga masyarakatnya melaksanakan nilai-nilai.
Selain mempunyai fungsi edukasi, dongeng juga berfungsi sebagai hiburan. Anak-anak akan terhibur dengan berbagai kelucuan dan hal yang tidak masuk akal. Misalnya, cerita Abunawas, Pak Pandir, dan si Kabayan. Cerita di dalam dongeng sifatnya ringan, dan sudah disesuaikan dengan pemahaman dunia anak-anak.
Dongeng sangat bermanfaat sekali bagi pembelajaran anak-anak. Karena mempunyai nilai didaktis dan hiburan. Oleh karena itu, mari kita tingkatkan gerakan gemar membaca. Supaya anak Indonesia berpengetahuan luas dan santun berbicara!
Post / Url : http://zee.smp3panggang.sch.id/?p=17
 
 
 

Contoh nilai-nilai Warisan Kultural

Keris Dalam Budaya Masyarakat Madura

Selama ini masyarakat luas mengenal pulau Madura hanya dari aspek kebudayaan yang berupa kerapan sapi dan carok. Kerapan sapi dianggap sebagai ikon masyarakat madura di bidang hiburan dan seni pertunjukan, sedangkan carok dianggap sebagai sebuah aktifitas masyarakat yang berkaitan dengan kepribadian umum masyarakat Madura. Masyarakat Madura dikenal juga sebagai etnis yang religius dan menampilkan kesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianut dan diyakininya.
Sebenarnya masyarakat Madura hidup dengan aspek budaya yang unik, karena didalam kehidupan masyarakat Madura sendiri memiliki pola dan pandangan hidup yang berbeda-beda. Secara administratif pemerintahan, Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Walaupun secara garis besar suku bangsa mereka sama-sama berasal dari suku bangsa Madura, namun masyarakat di masing-masing kabupaten didalam aktifitas kesehariannya memiliki corak dan khas yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara, pandangan hidup antara masyarakat Madura pesisir utara dan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan memiliki perbedaan pola dan pandangan hidup. Masyarakat Madura yang berada dibagian pesisir utara terkesan memiliki pola dan pandangan hidup yang masih tradisional, bahkan terkesan sebagai kelompok masyarakat yang terbelakang dalam bidang pendidikan yang berbeda dengan masyarakat Madura yang berada di pesisir selatan yang dianggap kelompok masyarakat yang sudah mulai mengalami masa transisi menuju masyarakat modern.
Selama ini masyarakat banyak yang kurang memamahi kebudayaan Madura yang esensial. Masyarakat hanya memahami kebudayaan Madura dari sisi permukaan saja, tanpa memahami konsep umum kebudayaan Madura. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya literatur yang berkaitan dengan penelitian terhadap kebudayaan Madura secara khusus dan mendalam. Selama ini, literatur yang ada hanya menggambarkan perkembangan budaya masyarakat Madura secara universal dan terkesan bersifat subjektif.
Untuk ketaatan terhadap agama, masyarakat Madura terkesan kelompok masyarakat yang fanatik terhadap agama yang dianutnya. Ketaatan mereka terhadap agama juga diiringi dengan perhatian mereka terhadap hal-hal yang berbau magis, seperti dalam upacara perkawinan,kelahiran, kematian dan beberapa hal yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka serta perlakuan masyarakat terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan magis. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan magis dan ritus turut mewarnai dan memberikan peranan yang penting dalam pelaksanaan kehidupan masyarakat Madura.
Salah satu bentuk kepercayaan terhadap hal yang berbau magis tersebut adalah perhatian masyarakat Madura terhadap benda pusaka yang berupa Keris ataupun jenis tosan aji yang lain. Keyakinan masyarakat terhadap nilai-nilai magis yang terkandung di dalam benda-benda pusaka tersebut menyebabkan masyarakat Madura memiliki dan menyimpan benda pusaka tersebut di rumah atau bahkan menjadikan benda-benda- tersebut sebagai sebuah “sikep”. Perburuan terhadap keberadaan benda-benda pusaka itu dilakukan masyarakat Madura hingga ke daerah luar Pulau Madura.
Keris dianggap sebagai sebuah benda yang keramat oleh masyarakat Madura memiliki karakter yang unik dan khas yang dapat menandakan corak perkembangan kehidupan masyarakat dari masa ke masa. Selain itu ciri khas dan unik yang terdapat pada keris juga dapat menjadi sistem pertanda tentang kehidupan sosial masyarakat Madura yang paternalistik.
Selain mengandung unsur-unsur religi, keris juga memiliki unsur-unsur lain yang terkandung didalamnya. Unsur seni yang terdapat pada sebuah keris tidak hanya pada sisi estetika saja, namun dari sisi religius dan etika masih tetap ditampilkan. Sisi religi pada sebuah keris bisa ditampakkan melalui keyakinan masyarakat terhadap kekuatan magis yang terkandung pada sebuah keris, hingga menimbulkan tradisi.- dalam memperlakukan sebuah keris seperti tradisi mewarangi, atau memabndikan keris, tradisi “ngokop” keris pada hari-hari tertentu, dan memolesi dengan minyak yang harum. Sedangkan sisi etika dalam sebuah keris ditunjukkan melalui cara mereka dalam menyandang keris, membuka keris, dan sebagainya, bahkan dalam memilih kerispun dengan cara meminta pertimbangan pada pemimpin sosial-religi masyarakat. Kebiasaan masyarakat untuk meminta pandangan dari tokoh-tokoh sentral masyarakat masih berlangsung hingga masa kini.
Secara umum, pandangan atau konsepsi masyarakat Jawa dan Madura memiliki beberapa perbedaan yang dianggap menjadi ciri khas dari masing-masing budaya. Perbedaan konsepsi inilah yang akan menjadi titik tekan dalam proses pembuatan makalah ini. Perbedaan konsepsi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bentuk kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang memiliki perbedaan. Secara sederhana kita dapat menilai bahwa kehidupan masyarakat Jawa dan Madura memiliki perbedaan. Namun yang menjadi titik tekan dalam makalah ini adalah perbedaan konsepsi dan persepsi masyarakat terhadap sebuah benda pusaka yang bernama keris.
Post / Url : http://www.lontarmadura.com/2011/05/19/keris-dalam-budaya-masyarakat-madura-4/

Penyebab Terjadi Perubahan KEBUDAYAAN TIMUR DAN BARAT 

 

KEBUDAYAAN TIMUR DAN BARAT
Perdebatan terhadap budaya tradisional dan moderen dalam pergumulan kebudayaan Barat dan Timur pada era yang disebut globalisasi tidak habis-habisnya hingga hari ini, bahkan tidak mungkian pernah selesai. Kebudayaan Barat kadang-kadang dipandang sebagai budaya haram yang menghancurkan nilai-nilai kebudayaan tradisional yang dianggap luhur.
Kebudayaan moderen yang menumbuhkan kebudayaan baru yang disebut budaya populer sepertinya telah mampu menembus celah-celah kehidupan berbudaya bangsa timur, termasuk kebudayaan Minangkabau. Untuk melakukan perlawan terhadap kebudayaan Barat tersebut, para kelompok antisisme budaya Barat sering mencanangkan kampanye terhadap pengaruh budaya barat terhadap perusakan moral anak bangsa. Kebudayaan Barat, dalam hal seni moderen (musik, tari, teater, filem, dsb) seakan-akan titik awal perosakan kebudayaan timur.
Hadirnya era informasi dan komunikasi global, kebudayaan tradisional sepertinya mendapat perlawanan yang ketat melawan dirinya sendiri untuk bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah banyak mengalami pergeseran fungsi. Kebudayaan tradisional yang semula melekat dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kebudayaan tontonan, dan bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer yang moderen bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit diantisipasi.
Akibat daripada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang bermula dari Barat juga telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi melalui media komunikasi dan informamsi yang berteknologi moderen yang disebut dunia maya, seperti televisi, internet, video-video melalui media player dan sebagainya.
Merujuk kepada peristiwa budaya masa lampau yang disebut zaman kebudayaan sasaran dan surau di Minangkabau yang kehidupan masyarakatnya sangat didominasi oleh kebudayaan lokal. Teknologi informasi sebagaimana adanya hari ini belum lagi dikenal pada masa itu. Teknologi informasi masyarakat lebih banyak kepada tradisi lisan antara satu orang dengan orang lainnya, atau menggunakan simbol-simbol tertentu yang memberikan makna tertentu pula kepada masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang di sasaran berupa kesenian dan adat istiadat telah mampu mengajak generasi mudanya kepada masyarakat yang beradat, tahu nan ampek. Manakala pendidikan surau dan kebudayaan yang bernuansa islami telah mampu mengantarkan anak bangsa Minangkabau menjadi orang nan sabana orang yang berbudi mulia, dan taat beragama. Artinya pendidikan sasaran dan surau telah mampu menghasilkan generasi yang berintelektual kebangsaan. Pendidikan sasaran dan pendidikan surau bagaikan aur dengan tebing, sandar menyandar keduanya dalam mengisi keperibadian generasi penerus bangsa. Kenapa generasi sekarang sekarang sering mengagungkan masa lampau itu? Benarkah pendidikan Barat telah meluluhlantakkan budaya sasaran dan meruntuhkan surau, sebagaimana prediksi A.A Navis dalam robohnya surau kami?
Kedua pertanyaan di atas perlu dijawab oleh setiap masyarakat Minangkabau. Percaya atau tidak, kedua institusi tradisional tersebut (sasaran dan surau) dalam perkembangan kebudayaan moderen yang dipengaruhi budaya Barat telah mengalami suatu dilema kebudayaan yang sarat dengan pertentangan antar generasi (generasi tua dengan muda, pemerhati budaya tradisional dengan aliran modernisme). Dalam hai ini, peristiwa sejarah kebudayaan Minangkabau masa lampau dan sekarang adalah sesuatu yang selalu saja menarik diperbincangkan oleh ilmuan.
Ketika runtuhnya rezim Orde Baru, dan bergulirnya reformasi, ditindak lanjuti pula dengan otonomi daerah merupakan sesuatu yang menarik dalam perjalanan kebudayaan Indonesia, khususnya Minangkabau. Otonomi daerah membuka ruang kepada daerah-darah mengatur dirinya sendiri demi kemajuan daerah. Daerah disarankan untuk mebali kepada nilai-nilai lama yang masih relevan dengan perkembangan kebudayaan masa kini. Daerah dianjurkan pula untuk memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyat meningkat, mengentaskan kemiskinan dan sebagainya.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, yang lebih populer dengan etnik Minangkabau memanfaatkan fenomena demikian untuk membuka kembali lembaran sejarah lama yang dianggap berjaya melahirkan generasi bangsa yang intelektual. Masyarakatnya yang hidup dalam kelompok nagari-nagari bagaikan sebuah negara kecil yang mampu menghidupi diri sendiri untuk mencapai kesejahteraan dan mencerdaskan anak nagarinya. Kebudayaan anak nagari hidup mekar sebagai media pendidikan dan hiburan masyarakat satu-satunya. Kesenian anak nagari adalah primadona tontonan yang ampuh dalam membawa generasi yang berbudaya. Pendidikan surau telah mempu membawa generasi muda yang bermoral dan berbudi mulia dengan landasan Al-quran dan sunnah rasul. Dalam hal ini memegang teguh falsafah adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.
Menyikapi fenomena masa lampau itu, bagi pemerintah daerah Sumatera Barat, otonomi daerah adalah ruang yang amat penting dipergunakan untuk kembali membuka tabir lama yang pernah cemerlang, istilah yang lebih populer adalah ”kembali ke nagari dan kembali ke surau” untuk membangkit batang tarandam, setelah puluhan tahun terbenam dalam konsep sentralistik.
Kembali kepada pertentangan kebudayaan Barat dan Timur, sebagian masyarakat seakan-akan memilih sikap alergi terhadap kebudayaan Barat yang merajalela membawa generasi muda ini kepada suatu pola kehidupan budaya moderen. Kecemerlangan masa lampau bagaikan tergilas habis oleh perang kebudayaan. Konsep kebudayaan yang kuat membilas kebudayaan lemah. Kebudayaan barat tidak hanya masuk kepada kebuyaan lokal tradisional untuk menyesuaikan diri, melainkan mempengaruhi kebudayaan tempatan untuk berubah menuju budaya populer yang moderen.
Persoalan sekarang, mungkinkah kebudayaan Barat itu kita halangi masuk ke daerah-daerah yang notabene tradisional dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang marak dikampanyekan. Tentu amat sulit menjawabnya. Kembali ke nagari dan kembali ke surau bukan berarti kita kembali mamatikan lampu listrik dan kembali kepada lampu promak, suluh daun kelapa pergi ke surau dan menonton pertunjukan kesenian anak nagari, dan sebagainya. Melainkan, mengambil roh kecemerlangan budaya masa lampau untuk mengantisipasi berkembangnya budaya barat yang moderen.
Menyikapi fenomena di atas, secara kontinyu kebudayaan daerah seharusnya dikembangkan untuk mempertahankan hak hidupnya dalam gejolak persentuhan budaya antara Barat dan Timur, antara tradisional dengan moderen. Perubahan bentuk dan fungsi suatu kebudayaan seharusnya mampu membawa nilai-nilai yang masih dianggap relevan bertahan atau dikembangkan.
Oleh karena itu, usaha untuk “mereaktualisasikan” kebudayaan tradisional untuk membuat aktif atau mengembangkan nilai-nilai hidup yang masih relevan dan hayati dengan kreatif sangat penting. Dalam percaturan kebudayaan Barat dan Timur, kebudayaan tradisional kalaupun tidak dapat dipertahankan sebagaimana adanya, paling tidak menutup kemungkinan dikembangkan sesuai dengan raso jo pareso dalam tatanan alur dan patut. Artinya, antara kebudayaan Barat yang dianggap moderen dan Timur yang dianggap tradisional tidak perlu menjadi perbincangan atau dipertentangkan saja, akan tetapi perlu sikap kepiawaian dalam mempertahankan atau menggabungkan dalam bentuk peristiwa akulturasi kebudayaan. Bagaimanapun juga, proses perubahan kebudayaan akibat persentuhan kebudayaan akan tetap terjadi, baik disebabkan faktor internal maupun eksternal.
Oleh karena itu, sikap pemerintah Sumatera Barat yang mencanangkan kembali ke nagari dan kembali ke surau adalah suatu ruang yang tepat untuk membangun kembali budaya lama yang masih relevan, dan dikembangkan dalam masyarakat menuju budaya moderen. Kebudayaan dan kesenian bernuansa Islam yang semula berkembang di surau-surau sepatutnya dapat dikembangkan dengan membawa misi keagamaan. Kesenian anak nagari yang hidup dan berkembang di sasaran juga kembali bangkit dengan membawa misi adat istiadat Minangkabau.
Persoalan berikutnya adalah, sudah sejauh mana pelaksanaan otonomi daerah dalam konsep kembali ke nagari dan kembali ke surau relevan dilaksanakan hingga hari ini. Siapakah yang bertanggungjawab untuk menjawab probelema kebudayaan Minangkabau yang terebar di nagari-nagari. Kemudian, sudah sejauh mana peranan dinas pariwisata seni dan budaya dalam menjawab tantangan kebudayaan. Pertanyaan berikutnya, sudah sejauh mana pula lembaga-lembaga kesenian melakukan kiprahnya dalam pembangunan seni budaya ranah bundo. Sudah pernahkan semuanya ini duduk seamparan membincangkan strategi pelestarian, pengembangan kebudayaan daerah menatap pergulatan budaya Barat yang moderen.

 

PENYEBAB PERUBAHAN KEBUDAYAAN  BANGSA TIMUR KE BANGSA BARAT:
  1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri, misalnya perubahan jumlah dan komposisi penduduk.
  2. Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain cenderung untuk berubah lebih cepat.
  3. Adanya difusi kebudayaan
  4. Berbagi informasi melalui media cetak dan elektronik.